Metode Penentuan Awal Ramadhan, Mengapa Berbeda?

Ternyata, dalam penentuan awal Ramadhan pasti berbeda dalam setiap metode yang ada. Mengingat, langkah-langkah yang diberikan juga berbeda, sehingga hasil ada yang sama, hampir, bahkan berbeda sekali. Sealigus, kita sebagai netizen, jangan hanya mempercayai satu metode saja, sebelum valid.

Kita, perlu mengetahui, kenapa setiap metode penentuan awal bulan puasa ini berbeda. Agar nanti pas ada banyak berita mengenai hasil puasa, kita tidak langsung percaya (memfilter dulu). Sidang isbat, selalu dihadirkan untuk menerima hasil mufakat mengenai tanggal dimulainya Ramadhan.

Tetapi, spesifikasinya perbedaan metode yang ada seperti apa sih?

Adanya Metode Hisab Wujudul Hilal

Metode ini, adalah hisab wujudul hilal, dengan memerlukan perhitungan secara astronomis. Metode ini, tanpa melakukan pemantauan secara mata telanjang selama memenuhi kriteria tertentu. Dengan rincian, terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi, sesuai aliran Muhammadiyah, yaitu:

  1. Telah terjadi ijtimak (konjungsi)
  2. Ijtimak (konjungsi), terjadi sebelum matahari terbenam.
  3. Pada saat terbenamnya matahari, piringan atas bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah terlihat (terbentuk)).

3 syarat di atas, harus terpenuhi mengingat ini juga sebagai penanda munculnya bulan baru. Jika ijtimak terjadi sebelum matahari tenggelam, maka malam itu dan esok harinya, sudah dianggap sebagai bulan baru.

Jika ijtimak terjadi sesudah matahari terbenam, maka malam itu dan esok harinya masih jadi hari penggenap bulan. Menurut Muhammadiyah, kriteria metode hisab wujudul hilal, bisa dipahami dalam firman Allah SWT di surat Yasin ayat 39-40, yaitu:

وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ (39) لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ (40)

(39). Wal-qamara qaddarnāhu manāzila ḥattā ‘āda kal-‘urjụnil-qadīm, (40). Lasy-syamsu yambagī lahā an tudrikal-qamara wa lal-lailu sābiqun-nahār, wa kullun fī falakiy yasbaḥụn

Artikel Terkait  Perbedaan Kebijakan dan Kebijaksanaan. Simak Berikut Ini

Artinya: (39). Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. (40). Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.

Metode Rukyatul Hilal

Metode ini, didasarkan pada penglihatan dan pengamatan bulan secara langsung. Bulan yang dimaksud disini, adalah bulan sabit muda yang sangat tipis pada fase awal bulan baru. Nantinya, ini yang disebut sebagai hilal. Pengamatan hilal sendiri, dilakukan pada hari ke-29 atau malam ke-30.

Pengambilan hari tersebut, berdasarkan bulan yang sedang berjalan. Bila malam tersebut hilal sudah terlihat jelas, maka malam itu pula sudah dimulai bulan baru. Jika hilal tidak terlihat, maka malam itu dianggap tanggal 30 bulan yang sedang berjalan.

Metode ini, lebih ke aliran NU, yang disesuaikan dengan firman Allah SWT di surat Al Baqarah ayat 189, yaitu:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, ‘Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji,’ …”

Biasanya dalam melihat hilal, posisi bulan harus berada di dua derajat atas matahari. Syarat lainnya, lebih ke jarak elongasi dari matahari ke arah kanan atau kiri. Semakin lebar jarak tersebut, maka semakin mudah dalam melihat hilal secara langsung.

Itulah, perbedaan yang dihadirkan dalam Muhammadiyah dan NU tentang metrode penentuan awal Ramadhan. Pastinya, kita harus terpatok pada keyakinan yang ada dan negara. Yang penting, ibadah lancar dan diterima oleh Allah.

 

 

Click to rate this post!
[Total: 0 Average: 0]

Tinggalkan komentar