Menjadi Hukuman Terberat, Inilah Perbedaan Hukuman Mati dan Hukuman Seumur Hidup

Beberapa waktu lalu, kasus panjang meninggalnya Brigadir J akhirnya telah sampai pada putusan vonis. Salah satu vonis yang banyak menjadi perbincangan adalah vonis untuk Ferdy Sambo.

Ferdy Sambo menerima vonis hukuman mati dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyampaikan vonis tersebut pada 13 Februari 2023 lalu.

Vonis hukuman mati ini berbeda dengan hukuman seumur hidup. Lalu apakah perbedaan hukuman mati dan hukuman seumur hidup?

Perbedaan hukuman mati dan hukuman seumur hidup

Untuk mengetahui perbedaan antara hukuman mati dan hukuman seumur hidup, simak informasinya berikut ini.

Hukuman mati dan hukuman seumur hidup termasuk dalam jenis pidana pokok yang terdapat dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yakni pidana mati dan pidana penjara seumur hidup.

Pengertian

Hukuman mati merupakan bentuk hukuman yang dijatuhkan pengadilan oleh majelis hakim sebagai bentuk hukuman terberat akibat perbuatan seseorang.

Sedangkan hukuman seumur hidup merupakan bentuk hukuman yang dijatuhkan kepada seseorang dengan memenjarakannya selama masa atau umur hidupnya.

Bentuk hukuman

Pelaksanaan hukuman mati tersebut dengan cara menembak mati yang dilakukan oleh beberapa algojo.

Bagi orang yang mendapatkan vonis hukuman seumur hidup, maka ia akan mendapatkan hukuman penjara sepanjang masih hidup, dan hukumannya baru akan berakhir saat orang tersebut meninggal dunia.

Pasal yang mengatur

Aturan hukuman mati terdapat dalam Undang-Undang (UU) Nomor 02/Pnps/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Pengadilan Umum dan Militer.

Perbedaan hukuman mati dan hukuman seumur hidup

Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati. Adapun pelaksanaan pidana mati menurut Undang-Undang Nomor 02/Pnps/1964, sebagai berikut:

  1. Jika tidak ditentukan lain oleh Menteri Kehakiman, pidana mati dilaksanakan dalam daerah hukum pengadilan yang menjatuhkan putusan dalam tingkat pertama;
  2. Kepala Polisi Daerah tempat kedudukan pengadilan tersebut, setelah mendengar nasihat Jaksa Tinggi/Jaksa yang bertanggung jawab untuk pelaksanaannya, menentukan waktu dan tempat pelaksanaan pidana mati;
  3. Kepala Polisi Daerah membentuk suatu regu penembak dari Brigade Mobil yang terdiri dari seorang Bintara, 12 orang Tamtama, di bawah pimpinan seorang Perwira;
  4. Terpidana dibawa ke tempat pelaksanaan pidana dengan pengawalan polisi yang cukup, dapat disertai oleh seorang perawat rohani, berpakaian sederhana dan tertib;
  5. Setiba di tempat pelaksanaan pidana mati, komandan pengawal menutup mata terpidana dengan sehelai kain, kecuali terpidana tidak menghendaki;
  6. Terpidana dapat menjalani pidana secara berdiri, duduk atau berlutut, jika dipandang perlu Jaksa Tinggi/Jaksa yang bertanggung jawab dapat memerintahkan supaya terpidana diikat tangan serta kakinya, ataupun diikat kepada sandaran yang khusus dibuat untuk itu;
  7. Setelah terpidana siap ditembak, regu penembak dengan senjata sudah diisi menuju tempat yang ditentukan, jarak antara titik dimana terpidana berada dengan regu penembak tidak boleh melebihi 10 meter, dan tidak boleh kurang dari 5 meter;
  8. Apabila semua persiapan telah selesai, Jaksa Tinggi/Jaksa yang bertanggung jawab untuk pelaksanaannya, memerintahkan untuk memulai pelaksanaan pidana mati;
  9. Dengan menggunakan pedang sebagai isyarat, Komandan Regu Penembak memberi perintah supaya bersiap, kemudian dengan menggerakkan pedangnya ke atas ia memerintahkan regunya untuk membidik pada jantung terpidana, dan dengan menyentakkan pedangnya ke bawah secara cepat, dia memberikan perintah untuk menembak;
  10. Apabila setelah penembakan itu, terpidana masih memperlihatkan tanda-tanda bahwa ia belum mati, maka Komandan Regu segera memerintahkan kepada Bintara Regu Penembak untuk melepaskan tembakan pengakhir dengan menekankan ujung laras senjatanya pada kepala terpidana tepat di atas telinganya;
  11. Untuk memperoleh kepastian tentang matinya terpidana dapat diminta bantuan seorang dokter;
  12. Penguburan diserahkan kepada keluarganya atau sahabat terpidana, kecuali berdasarkan kepentingan umum Jaksa Tinggi/Jaksa yang bertanggung jawab memutuskan lain.

Sedangkan aturan hukuman seumur hidup terdapat dalam Pasal 12 ayat (4) KUHP dan Pasal 68 yang berisi:

(1) Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk waktu tertentu. 

(2) Pidana penjara untuk waktu tertentu dijatuhkan paling lama 15 (lima belas) tahun berturut turut atau paling singkat 1 (satu) Hari, kecuali ditentukan minimum khusus. 

(3) Dalam hal terdapat pilihan antara pidana mati dan pidana penjara seumur hidup atau terdapat pemberatan pidana atas Tindak Pidana yang dijatuhi pidana penjara 15 (lima belas) tahun, pidana penjara untuk waktu tertentu dapat dijatuhkan untuk waktu 20 (dua puluh) tahun berturut turut. 

(4) Pidana penjara untuk waktu tertentu tidak boleh dijatuhkan lebih dari 20 (dua puluh) tahun. 

Itulah perbedaan antara hukuman mati dan hukuman seumur hidup. ***

Click to rate this post!
[Total: 0 Average: 0]

Tinggalkan komentar